Data Pribadi Fajar Nugroho

Foto saya
Kediri, Jawa Timur, Indonesia
Mahasiswa Sarjana Sains Terapan D4 Marketing Management Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Malang

Kamis, 03 Mei 2012

Peluang Ekspor Indonesia ke Australia


Diajukan untuk memenuhi ujian tengah semester VI
mata kuliah Pemasaran Internasional
Program Studi D-IV Manajemen Pemasaran
Jurusan Administrasi Niaga
Politeknik Negeri Malang


Kalau pengusaha Indonesia, khususnya yang bergerak dalam usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) bertanya apakah mungkin produk-produk yang dihasilkan dapat diekspor ke pasar Australia, pertanyaan tersebut boleh jadi timbul karena para pengusaha tersebut belum mendapatkan informasi ataupun data secara maksimal mengenai pasar Australia yang akan menjadi negara tujuan ekspor produknya.Hubungan bilateral Indonesia-Australia memang tidakpernah membosankan untuk dibahas apalagi di bidang perdagangan. Dengan jumlah penduduk sekitar 20.5 juta dan Gross Domestic Product (GDP) per kapita sebesar US$ 36,016 (prediksi IMF untuk tahun 2006) menjadikan Australia sebagai salah satu negara kaya di kawasan Asia Pasifik.

Pertumbuhan ekonomi Australia terus mengalami peningkatan, bahkan di tahun 2003-2004 pemerintah Australia mencatat budget surplus satu persen dari GDP yang mencapai US$ 603 milyar. Kemajuan ekonomi dengan pendapatan yang demikian besar dicapai juga berkat sumbangan sektor usaha kecil (small business). Hal ini diakui oleh
Menteri Usaha Kecil dan Turisme Australia, Hon. Fran Bailey.
Kita menyadari bahwa Australia merupakan salah satu negara tetangga terdekat Indonesia yang termasuk dalam kategori developed economy. Justru karena kedekatan geografis inilah maka terdapat potensi untuk mengembangkan hubungan perdagangan, khususnya UMKM yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Dengan pendapatan per tahun sebesar A$ 32,127 (purchasing power parity), penduduk Australia memiliki daya beli yang sangat tinggi sehingga mereka mempunyai posisi pilih atas barang dan jasa yang cukup tinggi pula.
Apabila diperhatikan, dewasa ini perdagangan Australia dengan China, Amerika Serikat, Jepang, Korea ataupun dengan beberapa negara anggota ASEAN, bahkan dengan Eropa sekalipun, nilai perdagangan menunjukkan angka yang jauh lebih besar dibandingkan dengan angka perdagangan antara Australia dengan Indonesia, yang jaraknya lebih dekat dibandingkan dengan negara-negara tadi. Sebagai gambaran umum, saat ini lima negara pengimpor terbesar dari Australia adalah China (13.8%), Amerika Serikat (13.6%), Jepang (10.3%), Singapura (6.3%) dan Jerman (5.2%). Sementara dengan Indonesia hanya mencapai 2.6%. Untuk periode 2005-2006 nilai total perdagangan (merchandise) Indonesia dan Australia mencapai A$ 8,537 juta dengan rincian: ekspor Australia ke Indonesia sebesar A$ 3,983 juta, dan impor Australia dari Indonesia sebesar A$ 4,554 juta. Walaupun dari angka-angka tersebut menunjukkan surplus bagi Indonesia sebesar A$ 571 juta, Indonesia masih belum termasuk dalam daftar
Kenyataan ini menjadi tantangan kita untuk meningkatkan ekspor produk-produk Indonesia ke Australia.Dari pengamatan selama ini, produk-produk dari Indonesia yang telah memasuki pasar di Australia, diantaranya adalah furniture, kerajinan tangan (handicrafts), bahan makanan/makanan olahan, paper dan paperboard, barang-barang
elektronika, pakaian jadi, crude petroleum, non-monetary gold, kayu. Bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk juga memasukkan produk-produk lain seperti buah-buahan tropis yang saat ini sebagian besar masih dikuasai Thailand.
Indonesia adalah negara yang secara agronomic banyak menghasilkan produk produk yang di Australia harganya sangat mahal. Tapi jarang sekali terlihat produk agronomy dari Indonesia di supermarket atau local deli di benua pojok planet ini.
Saat ini nilai export Indonesia ke Australia cuma sebesar $5,038 million, sedang dari Australia ke Indonesia adalah $4,294 million (Austrade data). Tentu saja Indonesia masih punya peluang banyak untuk meningkatkan nilai exportnya ke Australia, terutama untuk produk produk agronomy.
Sekarang ini pisang (jenis pisang ambon) harganya satu kilo mencapai $12.99. Itu karena kawasan pemasok pisang di Queensland barusan dilanda banjir yang memporak porandakan perekonomian para banana benders di sana. Seandainya Indonesia bisa memasok pisang sewaktu harga pisang cukup tinggi di Australia, pasti akan cukup menguntungkan.
Produk yang juga cukup mahal adalah jahe. Satu kilo mencapai $29.95. Cuma jahe saja kok begitu mahal. Tahun lalu deli dimana saya biasanya belanja masih pasang harga $11.95 per kilo, tapi setelah mereka menyadari bahwa supermaket dan gourmet food outlet lainnya menjual sampai $29.95 per kilo, maka ikut ikutan dech ini deli menaikkannya sampai seharga$29.95. Jauh banget meloncatnya.
Ada lagi yang lagi ngetrend di Australia, kelapa muda!. Satu biji harganya mencapai $3.99 dan di supermaker yang specialised untuk gourmet food harganya mencapai $5.99. Kelapa muda tsb adalah produk import dari Thailand, sudah dipotong sedemikian rupa hingga kita tinggal motong bagian atasnya saja dan siap diminum. Tapi kebanyakan airnya sudah tak sesegar yang biasanya kita nikmati di Indonesia.

Berikut ini merupakan komoditas dan sumber impor yang diperlukan oleh Australia yag merupakan peluang besar bagi eksportir Indoneisa.

Sumber : Atase Perdagangan Indonesia di Canberra, 2009

Selama 1996-2009 total nilai ekspor Indonesia ke Australia mencapai US$ 23 milyar. Namun dari sepuluh produk yang dominant diekspor ke Australia tidak satu pun merupakan kelompok produk pertanian. Hamper separuh nilai ekspor ke Australia dihasilkan dari produk galian dan pertambangan (45,8%). Kelompok produk pertanian masuk dalam kategori penyumbang rest of products, itu pun tidak sebagian besar produk pertanian menyumbang devisa ekspor. Penjelasan detail nilai ekspor ditunjuukan melalui table di bawah ini



Produk pertanian Indonesia yang potensial dan berdaya saing di Australia masuk dalam HS 09 (kopi), 15 (kelapa sawit), 18 (kakao), dan 40 (karet). Secara individu keempat komoditas tersebut menunjukkan daya saing yang tinggi. Kopi berdaya saing di Australia adalah HS 0901, yaitu kopi digongseng atau dihilangkan kafeinnya maupun tidak. Selain HS 18 Indonesia mempunyai dua komoditas yang berdaya saing di Australia, yaitu HS 1801 (biji kako) dan HS 1804 (mentega, lemak dan minyak kakao). Dalam HS 40, ada dua komoditas yang banyak diekspor di Australia, yaitu HS 400121 (smoked sheests) dan HS 400122 (technically specified natural rubber, TSNR).
Pada pameran Australian Shoe Fair (ASF) Sydney, 25 Februari 2009, banyak pengunjung tertarik dengan desain sepatu buatan Indonesia yang dinilai berkualitas. Ada sekitar 40 inquiries yang masuk dari kalangan impor, mencakup distributor dan toko ritel sepatu, yang ditaksir mencapai nilai USD 250 ribu. Bagi para eksportir  pemula yang ingin masuk ke Australia, kenyataan ini tentu saja sangat menggembirakan. Namun demikian, kendala tetap ada. Misalnya, pesanan small order dari took ritel terhambat soal pengiriman atau pengapalan. ITPC atau Indonesia Trade Promotion Center di Sydney menyarankan kemungkinan penunjukan distributor untuk wilayah pasar Australia dan Selandia Baru. Secara umum, para pengunjung ASF cenderung mencari pemasok baru dengan desain baru. Ini berdasarkan fakta bahwa saat ini pasar sepatu Australia sebagian besar dikuasai produk-produk dari RRT (Republik Rakyat Tiongkok). Produk sepatu RRT mendominasi lebih dari 60% pasar Australia, kemudian diikuti produk Italia dan Vietnam. Indonesia menduduki posisi ke-4 dengan market-share pada tahun 2008 sebesar 4,13%. Selama lima tahun terakhir, ekspor sepatu Indonesia ke Australia meningkat pesat dengan tren 30,2%. Pengalaman pertama ITPC mengikuti ASF di Australia bisa menjadi nilai positif sekaligus merupakan sebuah upaya melihat tren desain sepatu yang  sedang  berkembang  di  Australia.  ITPC  Sydney  di  tahun  mendatang akan mengupayakan penambahan jumlah stand dan mengundang lebih banyak lagi pengusaha sepatu dari Indonesia untuk ikut berparitsipasi di  ASF.  (Sumber: ITPC Sydney)

Sumber :